Hai semua, yuk kita lanjutin trip halal asia tenggara di bagian terakhir yuk….
Vietnam
Sebelum kami memasuki negara vietnam, kami harus melalui imigrasi laos di perbatasan laos-vietnam. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, kami menempuh jalan darat dari Laos ke Vietnam dengan menggunakan mobil saudaranya Li Ko yang bernama La Tien.
Di perjalanan saya melihat sekeliling seperti layaknya jalanan medan-padang sidempuan (pasid) di Indonesia. Hampir tak ada bedanya. Yang membedakannya hanya binatang yang berkeliaran di sekitaran jalan medan-pasid hanya ada anjing dan beberapa hewan ternak seperti ayam dan sesekali kucing yang tiba-tiba melintas di jalanan. Di jalan Laos-Vietnam tak jarang kami mendapati ada sapi bahkan babi peliharaan dan juga babi hutan melintasi jalanan yang kami lewati. Karena waktu tempuh Laos-Vietnam itu sekitar 8-10 jam, kami tiba di Vietnam malam hari karena sebelumnya kami berangkat dari laos pagi hari kala itu.
Sesampainya di Vietnam, kami disambut dengan hangat oleh seluruh keluarga dari saudaranya Li Ko. Tetapi ya begitulah, saya sempat merasa tidak nyaman tinggal dipermukiman tempat saudara Li Ko tersebut dikarenakan penduduk disana menjadikan babi sebagai hewan ternak yang dibiarkan bebas berkeliaran disekitaran rumah-rumah penduduk. Belum lagi anjing yang juga sangat banyak dan dengan bebas keluar masuk rumah bahkan sampai ke kamar. Sebagai muslim, hal ini tentu amat membuat saya tidak nyaman. Teman-teman saya yang dari Indonesia juga merasakan ketidaknyamanan ini. Mereka memilih untuk pergi dan menginap di hotel di tengah kota keesokan hari nya. Sedangkan saya tetap tinggal di sana bersama keluarga Li Ko di tempat La Tien selama 2 hari 2 malam. Kediaman La Tien berada di pinggir kota Da Nang. Da Nang merupakan wilayah pesisir di
Hal yang membuat saya tetap tinggal di sana karena saya teringat akan salah satu ajaran di Islam untuk selalu bersyukur dengan nikmat dan bersabar dengan ujian/cobaan yang dialami. Dari Abu Yahya Suhaib bin Sinan Radhiyallahu anhu ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Artinya : Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin, yaitu jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, no. 2999 (64); Ahmad, VI/16; Ad-Darimi, II/318 dan Ibnu Hibban (no. 2885, at-Ta’lîqatul Hisân ‘alâ Shahîh Ibni Hibbân).
Setelah semalaman kami menginap di kediaman La Tien, keesokan paginya keluarga La Tien dan ibu nya Li Ko memasak makanan untuk dimakan pagi itu. Dikarenakan keluarga La Tien juga tidak beragama yang sama dengan saya, malam itu saat yang lain sudah tidur, saya dan Li Ko memutuskan untuk mencuci (sesuai dengan tatacara pencucian barang-barang yang sudah bersentuhan dengan najis/barang haram) seluruh perlengkapan dapur yang akan dipakai untuk memasak makanan kami sewaktu disana guna menghilangkan keharaman dari barang-barang tersebut. Saya sampaikan juga ke Li Ko untuk tetap menyediakan ikan dan jenis panganan dari laut, agar saya dapat makan dengan baik dan nyaman sewaktu disana, dan Li Ko merespon permintaan saya dengan baik saat itu.
Setelah pagi itu, saya tidak lagi bersama dengan teman-teman saya yang dari Indonesia. Saya, Li Ko dan La Tien mengantarkan mereka ke hotel yang sudah mereka pesan di Ho Chi Min setelah kami selesai sarapan pagi itu. Siang harinya, Saya, Keluarga Li Ko dan seluruh keluarga La Tien berkeliling kota. Kami pergi kebeberapa tempat di kota. Saya sangat bersyukur karena saya menyediakan alat makan dan tumblr (tempat minum) saya dari Indonesia. Hal tersebut sangat berguna saat berpergian seperti ini. Tersedianya keran air putih siap minum yang menyebar di Vietnam memudahkan saya untuk selalu mengisi ulang tumblr saya itu. Tradisi orang-orang di Vietnam dan Laos hampir sama. Selain menjadikan kopi sebagai minuman wajib, mereka juga menjadikan bir (minuman beralkohol) sebagai air minum wajib. Banyaknya kedai-kedai minuman dan makanan di sepanjang pinggiran jalan disana yang menjajakan dan menyediakan bir sebagai minumannya. Jadi jangan heran kalau disana kalian akan sering mencium bau alkohol.
Tidak hanya mengelilingi kota Ho Chi Min, kami juga berkunjung ke salah satu istana terbesar dan tertua di Hue, Vietnam Tengah yaitu Hue Imperial Citadel. Hue Imperial Citadel adalah sebuah istana yang dikelilingi benteng kokoh. Istana ini berada di tepi sungai Huong, luas totalnya 10 kilometer persegi, dan di dalamnya terdapat Forbidden City . Konon katanya Hue dulunya merupakan ibukota pertama Vietnam dan juga pernah menjadi pusat Kerajaan Nguyen dari abad ke-17 sampai 19 saat diperintah oleh Raja Nguyen Phuc Anh. Di dalam salah satu gedung di perkomplekan istana tersebut terdapat kursi emas yang merupakan tahta raja Nguyen.
Setelah selesai berkeliling kota, sore harinya kami tiba di pantai, saya lupa nama pantai tersebut. Lokasi pantai ini tidak begitu jauh dari kediaman La Tien. Warna airnya yang tidak begitu biru dan warna pasir pada pantai tersebut berwarna putih. Banyaknya anjing yang berkeliaran dan orang-orang yang berkunjung rata-rata meminum minuman beralkohol disana. Li Ko memesankan air kelapa muda yang masih asli di dalam kelapanya untuk saya. Dari banyaknya orang yang mendatangi pantai tersebut, hanya saya seorang yang memakai hijab sewaktu disana. Setelah waktu maghrib tiba, saya meminta pada Li Ko untuk kembali ke kediaman La Tien karena sudah menjelang malam. Dan di malam kedua tersebut kami menikmati teh dan kopi khas Vietnam di kediaman La Tien.
Keesokan harinya tibalah hari dimana kami (Saya, Keluarga Li Ko dan La Tien) akan kembali ke Laos. Sama seperti sewaktu pergi ke Vietnam, kami pun meninggalkan Vietnam melalui jalan darat. Sebelum kami meninggalkan kediaman La Tien, keluarganya menyuguhi makanan buat kami. Tetapi pagi itu aku memutuskan untuk tidak ikut makan dengan mereka karena ada makanan yang mengandung babi cuy. Saya menunggu di luar kediaman La Tien sambil biking disekitar rumahnya. Perjalan pulang kami dari Vietnam ke Laos melewati jembatan naga di pusat kota Ho Chi Min. Tempat imigrasi Laos-Vietnam dengan Vietnam-Laos sangat berbeda penampakannya. Dibandingkan tempat imigrasi Laos-Vietnam, gerbang di imigrasi Vietnam-Laos jauh lebih modern dan bagus bangunannya.
Sesampainya di Laos, kami tidak langsung ke kediaman Li Ko di Viantien tetapi ke pinggiran sungai Nam Theun ke kantor ayahnya Li Ko di NTPC Project disekitaran pinggiran sungai tersebut. Sekarang pun kabarnya Li Ko dan suaminya bekerja disana. Di perjalanan kami kesana, banyak tebing-tebing tinggi dan bukit-bukit hijau. Serupa dengan tebing-tebing di perjalanan kita kalau mau ke payakumbuh, Sumatera Barat di Indonesia. Segera setelah sampai kami langsung bergerak ke kediaman Li Ko di Viantien. Rencana sebelumnya, saya masih akan di Laos selama seminggu, tetapi karena ibu saya di Medan tiba-tiba masuk rumah sakit, saya bersegera pulang kembali ke Indonesia dan langsung ke Medan via bandara Kualanamo. Karena kebetulan perjalanan dari Laos ke Medan lebih mudah dari Udon Thani di Thailand kemudian transit ke Bandara di Don Mueng Thailand lalu lanjut ke Medan dari sana. Saya memutuskan untuk berangkat pulang melalui Bandara tersebut.
Bandara Internasional Udon Thani (UTH) terletak di dekat kota Udon Thani di Provinsi Udon Thani di wilayah timur laut Thailand. Bandara Udon Thani terletak di dekat perbatasan utara dengan Laos dan sering digunakan sebagai titik transit ke Vientiane, Laos melalui Jembatan Persahabatan Nong Khai. Vientiane, ibukota Laos, dan berjarak sekitar satu setengah jam perjalanan melintasi sungai Mekong. Malam itu saya ambil tiket penerbangan pulang ke Medan. Keesokan harinya kami ke kediaman saudara Li Ko yang lain di dekat kawasan tersebut. Menginap semlam disana lalu keesokan paginya lanjut berangkat ke bandara Udon thani. Perjalanan Trip Asia saya berakhir saat saya sampai di Bandara Udon Thani dan pulang ke Medan melalui bandara Don Mueng Thailand.
Dari perjalanan tersebut mengajarkan kepada saya tentang banyak pelajaran hidup. Bukan hanya tentang kearifan lokal di tiap negara yang saya singgahi tetapi juga bagaimana tradisi dan kebiasaan masyarakat di tiap negara tersebut. Cukup jelas bagi saya menandai negara-negara yang mana yang pernah disinggahi oleh pedagang muslim dan mana yang tidak. Ya, begitulah jejak travelling saya di beberapa negara Asia.
Sampai jumpa di tulisan jejak travel saya berikutnya ya gengs….
Selanjutnya bisa dibaca di Trip Halal Asia Tenggara : Bandung-Thailand-Laos-Vietnam (2)
Tulisan ini disertakan pada “Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog” dari Mamah Gajah Ngeblogg.
Dokumentasi milik penulis :
7 Comments. Leave new
[…] Indonesia lainnya untuk melanjutkan perjalanan kami ke Vietnam. bersambung…..Selanjutnya Trip Halal Asia Tenggara : Bandung-Thailand-Laos-Vietnam (3)Sebelumnya Trip Halal Asia Tenggara : Bandung-Thailand-Laos-Vietnam Previous […]
Salam kenal Teh Lance. :). Wah seru sekali perjalanannya berkeliling Thailand, Laos, dan Vietnam. Cerita per-kulineran-nya pun sangat lengkap. Foto-fotonya juga sangat memuaskan dan memanjakan visual.
Btw susah ya Teh mencari makanan yang halal, syukurlah ada restoran Vegan, bisa menjadi pilihan. 🙂
Senang sekali mengetahui cerita persahabatan Teh Lance dengan Li Ko. 🙂 Very heartwarming 🙂
Seneng ya kalau punya teman warga lokal. Jadi terasa lebih bisa mengenal lebih dalam budaya setempat ya Lance.
perjalanan ditemani warga lokal itu sangat mengasyikkan ya teh Lance.
salam jalan-jalan
Halo Teh Lance, salam kenal. Seru deh kalau jalan-jalan dengan penduduk setempat ya, serunya nambah dan pastinya lebih informatif dan berkesan.
Wah ini cerita beberapa seri ya sepertinya. Perlu baca bagian sebelumnya juga nih. Tapi memang di Thailand termasuk susah cari makanan halal, daerah selatannya lebih mudah, makin ke utara makin sedikit. Alternatifnya tentu saja mencari makanan vegetarian. Di Thailand banyak yang vegetarian juga.
Wah luar biasa teh perjalanannya, seru dan alhamdulillah terbantu dengan penduduk aslinya yaa.. Salam kenal teteh🤗