Saat ini Indonesia menghadapi tantangan-tantangan signifikan dalam pencemaran udara dan eksploitasi sumber daya hutan dan mineral yang tidak terkendali, dan dengan adanya kegiatan yang merusak lingkungan mengancam akses terhadap air bersih, dan lebih parahnya lagi kejadian kebakaran hutan (El Nino), tanah longsor juga banjir (La Nina) tidak dapat dihindari. Indonesia juga secara signifikan berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Pada waktu yang sama, dengan sejumlah besar pulau-pulau kecil dan besar, yang banyak di antaranya memiliki ketinggian rendah, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, termasuk melalui faktor-faktor seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya durasi/lamanya musim kemarau, dan kejadian cuaca ekstrim yang dapat menyebabkan banjir, tanah longsor, dan bencana-bencana lainnya. Tingkat kerentanan yang tinggi ini berpotensi secara negatif menimbulkan dampak terhadap keamanan ekonomi, pangan dan energi di seluruh Indonesia. Karena itu, pendekatan komprehensif dan terpadu terhadap pengendalian perubahan iklim sangat dibutuhkan. Belum lagi mulai awal maret tahun 2020 sampe saat artikel ini di publikasi, efek pandemi COVID19 belum juga tertangani dengan baik. Bukan hanya bencana covid19, bulan ini yaitu periode Juni-Agustus 2020 diprediksi Indonesia akan mengalami bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini dikarenakan puncak musim kemarau di wilayah Sumatera akan terjadi antara Juni-Agustus. Titik api (hot spot) pada daerah rawan akan bermunculan dan aktif pada periode bulan Juni-Agustus walaupun sebenarnya sudah muncul sejak awal tahun.
“Menurut saya, dua bencana yaitu bencana COVID19 dan bencana karhutla dapat menimbulkan dampak yang relatif hampir sama yaitu sama-sama dapat menyerang sistem pernafasan. Dampak kedua bencana jelas menimbulkan kekhawatiran. Pada pertengahan Juni, Indonesia sudah menjadi negara yang paling banyak/tinggi di Asia Tenggara, tingkat kasus yang positif terinfeksi virus sars-cov-2 yaitu mencapai lebih dari 40.000 jiwa. Hal ini akan makin diperparah kalau titik api yang tersebar di Indonesia menjadi aktif dan mengakibatkan karhutla di Indonesia“
Belum hilang rasanya dari ingatan bagaimana dampak karhutla tahun 2019 lalu saya rasakan di medan, saat karhutla terjadi hampir merata di Indonesia mulai Januari hingga Agustus 2019 dengan daerah terdampak di Riau. Rekapitulasi luas karhutla di tahun 2019 mencapai 328.724 hektare, yang jika tanpa dukungan dan inovasi penanganan, bisa menjadi sama buruknya dengan tahun sebelumnya yaitu seluas 510.564,21 hektar. Hal ini mengakibatkan hampir seluruh kota di Indonesia khususnya Sumatera tertutup asap. Waktu itu tahun 2019 saya baru saja melahirkan. Bisa dibayangkan bagaimana paniknya saya akan kesehatan bayi saya karena asap yang timbul dari karhutla tersebut berpotensi menyebabkan anak saya nauzhubillah mengalami ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Bukan hanya ISPA, berbagai penyakit lain dapat ditimbulkan karena asap. Asap yang merupakan dampak dari karhutla menyebabkan tingkat polusi udara meningkat sehingga kualitas udara menjadi sangat buruk. Kadar polutan yang terkandung di udara menentukan derajat pencemaran udara. Asap yang berasal dari kebakaran hutan merupakan campuran gas, partikel, uap air, dan bahan organik, serta mineral akibat pembakaran yang tidak sempurna.
Menurut data dari Air Visual menyatakan bahwa pada tanggal 18 September 2019 yang lalu, udara di Palangkaraya, Kalteng mencapai angka 460 US AQI Sedangkan di Pekanbaru, tercatat bahwa kualitas udara mencapai 174 US AQI. Hal ini berarti udara yang dihirup masyarakat Palangkaraya dan Riau saat itu adalah udara yang berbahaya dan tidak sehat. Banyak penyakit yang dapat menyerang masyarakat Indonesia diakibatkan oleh kondisi kualitas udara yang buruk tersebut, diantaranya adalah:
1. Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah dampak yang paling banyak dirasakan warga Sumatera dan Kalimantan saat ini. Penyakit ini menyerang saluran pernapasan bagian atas, yaitu hidung, tenggorokan, laring, dan faring. Sebenarnya ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri, tetapi polusi yang parah bisa mempermudah penularannya. Gejala ISPA meliputi batuk, sulit bernapas, tenggorokan sakit, demam, dan badan pegal. Jika tidak segera ditangani, pasien akan kekurangan oksigen hingga tak sadarkan diri. Tidak hanya itu, ISPA juga bisa menimbulkan komplikasi yang mengarah ke penyakit kronis lainnya.
2. Asma
Asap yang dihasilkan oleh kebakaran hutan dapat meningkatkan risiko asma, menurut review pada Science of the Total Environment. Asma memang dikenal sebagai penyakit genetik, tetapi ternyata kondisi udara yang buruk juga bisa menjadi pemicunya. Tidak hanya itu, mereka yang memiliki riwayat penyakit ini pun akan semakin buruk kondisinya. Hal ini terjadi karena asap membawa partikel halus yang bisa mengganggu sistem pernapasan kita. Gejala asma pun muncul dan bertambah parah.
3. Bronkitis
Bronkitis adalah penyakit lanjutan yang disebabkan oleh ISPA. Hal ini terjadi ketika infeksi telah mencapai bronkus, saluran yang membawa udara ke paru-paru. Gejalanya meliputi batuk, keluarnya lendir bening, putih, kuning, atau hijau, napas pendek, demam, serta ketidaknyamanan pada dada. Pembeda bronkitis dengan ISPA terletak pada keberadaan lendir. Selain disebabkan oleh virus dan bakteri, bronkhitis juga dipicu oleh tingginya tingkat partikel halus di udara akibat kebakaran, menurut Environmental Protection Agency. Jika daya tahan tubuh pasien baik, penyakit ini hanya berlangsung selama beberapa hari. Namun jika sebaliknya, bronkitis bisa diderita selama berbulan-bulan.
4. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang bisa sebabnya beragam, bisa bakteri, virus, atau jamur. Terus menerus menghirup asap dan polutan merupakan salah satu pemicunya. Gejala pneumonia kurang lebih sama dengan ISPA tetapi lebih parah karena penyakit ini menyerang paru-paru. Pada awalnya pasien akan mengalami sesak napas, batuk-batuk, demam, dehidrasi, sakit di bagian dada, mual, dan sakit kepala. Anak-anak kurang dari lima tahun dan orang lanjut usia lebih rentan terhadap penyakit ini. Tidak jarang, pneumonia berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan segera.
5. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Dampak jangka panjang dari paparan kabut asap adalah munculnya penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Penyakit ini menyebabkan penurunan kondisi paru-paru hingga tidak bisa berfungsi lagi. Seluruh saluran kehilangan kelenturan sehingga tidak bisa mendorong udara. Akhirnya karbon dioksida akan sulit untuk dikeluarkan dari dalam tubuh. Gejala PPOK meliputi batuk yang berkepanjangan, produksi lendir berlebihan, sesak napas, serta meningkatnya infeksi pernapasan. Sayangnya hingga saat ini, PPOK tidak ada obatnya. Metode terbaik untuk mengatasinya adalah dengan meredakan gejala, mengobati komplikasi, membiasakan hidup sehat, serta mengurangi paparan terhadap asap dan polusi.
Ada banyak penyakit lain yang disebabkan oleh buruknya kualitas udara seperti iritasi kulit, resiko terkena kanker sampai gangguan pada jantung. Dampak ini sangat memprihatinkan apalagi di masa-masa pandemi saat ini. Selain berdampak pada kesehatan, karhutla dapat berdampak pada bidang sosial dan ekonomi. Tidak main-main memang dampak dari karhutla ini. Hal yang perlu kita ketahui sebetulnya adalah mengetahui latarbelakang yang terjadi agar kita dapat merumuskan solusi bagi bencana karhutla ini. Sama seperti covid19, wabah dari virus sars-cov-2 dapat kita antisipasi dini dengan mengetahui apa latarbelakang dan penyebab virus tersebut dapat menginfeksi tubuh manusia walaupun sampai saat ini kita belum menemukan vaksin dari virus tersebut.
Masalah karhutla bukan masalah yang baru terjadi di Indonesia. Hal yang mendasari terjadinya karhutla diawali dengan terjadinya kerusakan hutan-hutan di Indonesia yang mengakibatkan banyaknya bermunculan titik api yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia terdapat lebih dari 700 desa rawan karhutla di 15 provinsi di Indonesia (Sumatera Utara; Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat;Selatan;Tengah;Timur;Utara, Sulawesi Tenggara;Selatan, NTB, NTT, Papua, dan Papua Barat). Dan di Riau-lah provinsi dengan desa rawan karhutla paling banyak yaitu 217 desa. Pantas saja, waktu terjadi karhutla tahun 2015 dan 2019 yang lalu, medan menjadi kota yang kebagian asapnya.
Sejarah kerusakan hutan di Indonesia yang terjadi dari masa ke masa dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Pemerintah memang sudah melakukan berbagai cara untuk menanggulangi bencana karhutla di Indonesia. Langka-langkah yang telah, sedang dan akan dilakukan tersebut yaitu:
Teknologi yang dikembangkan saat ini disebut dengan istilah TMC (Teknologi Modifikasi Cuasa). Teknologi ini adalah upaya pemerintah dalam pengurangan resiko bencana karhutla berbasis sain di Indonesia. TMC mempercepat awan yang ada menjadi uap air/ dan menjadikan uap air menjadi hujan dan pembasahan gambut akan terjadi karena volume air hujan akan dihasilkan. Tapi sangat disayangkan kebijakan melakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC) belum efektif, menurut pak Haris Gunawan dari Deputi Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut, RI pada webinar yang sama dengan judul Evaluasi Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca yang diselenggarakan pada 18 Juni 2020 yang lalu. Ia menjelaskan bahwa tinggi muka air (TMA) pada lokasi dilakukannya TMC masih menunjukkan angka yang stagnan dan mengalami pola penurunan dan cenderung fluktuatif bergantung pada terjadinya hujan yang diukur di daerah Bagan Jaya, Riau periode 7-10 Mei 2020 sama halnya yang didapati di daerah Sadar Jaya, Riau periode 19-25 Mei 2020 yang lalu.
Berikut target KLHK berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian hutan serta sumber daya hutan di Indonesia
(1)
Mempertahankan kualitas lingkungan hidup untuk mendukung daya dukung lingkungan hidup alami, kualitas air, dan kesehatan masyarakat;
(2)
Memanfaatkan sumber daya hutan dan lingkungan hidup secara lestari untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat dengan cara yang adil;
(3)
Mempertahankan keseimbangan ekosistem, keanekaragaman hayati, dan sumber daya alam sebagai sistem pendukung kehidupan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Peran kita sebagai masyarakat yaitu kita harus peduli dengan keberlangsungan lingkungan kita. Ketidakpedulian kita berdampak pada rusaknya lingkungan secara berkesinambungan dan bencana karhutla ditengah pandemi covid19 ini pun dapat diatasi. Dengan berkurangnya karhutla yang terjadi, akan sangat membantu Indonesia pada masa saat ini. Langkah nyata yang harus kita lakukan adalah:
1. Selalu menjaga lingkungan dengan memakai bahan-bahan yang ramah lingkungan
2. Melakukan eksplorasi teknologi yanga bertujuan untuk kelangsungan lingkungan yang berkesinambungan
3. Mengurangi emisi rumah kaca dengan tidak keluar rumah apabila tidak punya kepentingan yang mendesak. Juga dapat menggalakkan kegiatan bersepeda dan berjalan kaki apabila pergi ketempat-tempat yang masih bisa dijangkau
4. Menanam pohon minimal di perkarangan rumah, agar udara dilingkungan sekitar kita tetap terjaga kebersihannya dan juga memelihara hutan dengan tidak mencemari dan menebang pohon-pohon disana.
Dengan kolaborasi antara semua pihak, insyaAllah Indonesia tidak akan mengalami duet bencana seperti yang sudah diprediksikan sebelumnya. Bukan hanya itu, Indonesia juga dengan langkah nyata dapat benar-benar mendukung target Rencana Strategis PBB untuk Hutan (UNSPF) yaitu untuk mencapai target 30% tutupan hutan dunia pada Tahun 2030 dan sebagai Voluntary National Contribution (VNC) Indonesia untuk mendukung UNSPF. Kombinasi pengelolaan hutan dan penggunaan lahan yang lebih baik dan mengarah pada pemeliharaan lingkungan merupakan reorientasi strategis menuju pengelolaan hutan yang lebih bijaksana. Dengan ini Indonesia dapat menjaga komitmennya dalam melaksanakan Kesepakatan Internasional mengenai Perubahan Iklim. Hutan terjaga cuaca pun dapat terkendalikan dengan baik dengan begitu kualitas udara pun akan kembali terjaga kebersihannya.
Kedepannya, Indonesia diharapkan akan menjadi negara yang minim bencana
- Awang,A.,San; Kartodihardjo, H., dkk. 2007. Sejarah diskursus tentang kehutanan di Indonesia.
Harsono, Soni Sisbudi. 2012. Mitigasi dan Adaptasi Kondisi Lahan Gambut di Indonesia dengan Sistem Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Wacana 2012, 27 (XIV): 11-37. Yogyakarta
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/18/sejak-2018-titik-panas-kebakaran-hutan-kembali-meningkat
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/19/juli-oktober-paling-rawan-terjadi-kebakaran-hutan-dan-lahan
- https://jabar.idntimes.com/health/medical/izza-namira-1/penyakit-akibat-kabut-asap-kebakaran-hutan-dan-lahan-regional-jabar/7
- https://www.liputan6.com/health/read/4072406/ini-langkah-langkah-atasi-dampak-asap-kebakaran-hutan
- Materi webinar dengan judul Evaluasi Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca yang diselenggarakan pada 18 Juni 2020
13 Comments. Leave new
Gak bisa di bayangkan bila bencana covid dan karhutla terjadi bersamaan. Kita seperti diserang dua serangan yang saling dukung dalam perburukan udara.
Semoga bencana di Indonesia cepat selesai
Bagus tulisannya. Agar pembaca lebih rileks, satu kalimat diusahakan tidak panjang.
siap pak.
Tulisannya bagus. Ayo semangat terus. Usahakan kalimatnya tidak panjang ya dalam satu alinea. Agar pembaca lebih rileks.
Hikksss rada parno juga baca data yg ttg penyakit ISPA itu. Soalnya Ririn kami ada gejala asmanya, kan termasuk yg rentan kl ada bencana karhutla ini… Btw nice share ini, Lance… kayak baca artikel ilmiah, kaya pengetahuan. Good luck yaa
Sedih karena bencana belum siap-siap rasanya. Khusus untuk karhutla rasanya gak berlebihan kalo diterapkan sanksi tegas dan berat. Soalnya saat ini belum ada sanksi yang bikin efek jera.
Kebayang saat asap menyerang, batuk, mata perih, gerah, aer pam mati… Sedihlah pokoknya
Moga tahun ini dan seterusnya ga ada karhutla dan jd bencana. Amiin
Dari judulnya saja sudah membuat diriku terhegeh hegeh (bahasa apa itu terhegeh hegeh? 🧐).
Sakit gegara kahutla, dibawa k rmh sakit, mesti test test covid dulu, sblm diobati paru paru yg sesak gegara asap, merinding aku tu..
Jangan ada duet lah..
Sapa pulak nanti yg mau jadi suara satu suara duanya 😒
Ayo jaga bersama..hutan kita, alam kita, rumah kita..
Ayo jaga bersama..
Jaga hutan kita, alam kita, rumah kita..
Aduh jangan sampai ya, Covid-19 saja kita pontang-panting menghadapinya, meskipun jauh dari TKP disini Medan juga terasa dampaknya. Efek jera untuk kali wajib digaungkan dari sekarang sehingga gak ada oknum yang mencoba-coba
mantappp lengkap kali infonya kak. tapi emg lingkungan nih harus dimulai dr kita sndiri sih, gak buang sampah, sampah diolah jd kompos. kebayang itu kalo semua2nya bencana muncul akibat kesalahan kita sendiri ya kak 🙏🏻
Mantap banget artikelnya, lengkap dan desainnya keren.
Sebagai korban bencana kabut asap parah tahun lalu, aku pribadi berharap semoga gak ada lagi bencana karhutla di tahun ini dan tahun-tahun mendatang kak. Apalagi di kondisi pandemi ini, duh ini aja udah bikin kami cukup menderita.